Dia Wanita Impianku..

Hari ini melelahkan sekali. Entah kenapa supplier begitu banyak yang telat. Padahal sedang liburan sekolah dan pasar ramai sekali. Hari inj aku tiba-tiba ingin pulang lebih cepat. Mungkin dengan beristirahat setelah dzuhur aku bisa kembali lebih segar.

Sampai didepan rumah ternyata ada pick up yang berhenti dan menghalangiku mamasuki parkiran rumah. Waduh apalagi ini. Sepertinya niatku untuk istirahat akan tertunda. Sambil bergegas turun kulihat ada motor yang ikut berhenti dibelakang pick up. Oh sepertinya pak Arifin.
"Assalamualaikum pak, wah hari ini ya pindahannya, barakallah ya pak" kesalku jadi hilang karena ternyata itu pak Arifin, kulihat sekilas istrinya bergegas masuk menggendong anaknya.

Pak Arifin adalah sahabatku berbincang setiap selesai ashar dimasjid bersama pak ustadz. Beliau guru di sekolah belakang masjid perumahan kami. Sekarang pak ustadz sudah pulang kampung. Beliau butuh uang dan menjual rumahnya ini, aku tau pak Arifin sangat ingin memilki rumahnya sendiri tetapi sebagai seorang guru aku paham dia akan kesulitan. Jadi rumah ini kubeli cash dari pak ustadz dan minta pak ustadz diam-diam menjual bertahap kepada pak Arifin. Aku tak akan kekurangan sahabat lagi di masjid. Sekarang pak Arifin akan bisa ngobrol denganku mulai subuh hingga isya.

"Waalaikumsalam pak Jamil, masyaAllah alhamdulillah kita sekarang jadi tetangga ya pak. Semoga banyak keberkahan dengan kita bertetangga ya pak, itu istri saya baru saja masuk tau gitu tadi diajak menyapa bapak dulu" suara pak Arifin membuyarkan ingatanku.

Tiba-tiba kudengar suara lembut wanita memanggil pak Arifin kutolehkan badan dan melihatnya. Seketika badanku membeku. Lidahku kelu ingin menyapa. Ya Allah.. apakah rencanaMu.  Wanita ini.. dia wanita impianku yang 13tahun lalu yang kulamar melalui ayah ibunya dan seminggu kemudian ayahnya mengatakan tidak. Dia sepertinya tidak mengingatku sama sekali, dan dia masih seperti 13tahun yang lalu.

"Maaf ya pak Jamil, saya mengurus barang-barang dulu. Semoga nanti malam kita bisa ngobrol santai lagi." pak Arifin pamit mengikuti wanita yang dipanggilnya sayang itu.

Hatiku semakin tak tenang, wanita itu benar-bebar tak mengingatku kah? Tidak ingat sama sekalikah? Ya Allah... apakah rencana dalam kitabmu, rumah itu kubayar untuk kedua sahabatku agar mudah urusan masing-masing mereka, namun malah membawa luka lamaku terbuka. Astagfirullah.

Setelah sholat dzuhur aku tak sabar mencari pak Arifin untuk menanyakan nama istrinya. Aku berharap hanya wanita itu hanya mirip, bukan wanita impianku yang dibawa pindah oleh sahabatku namun dengan menggandeng 3orang anak. Ternyata pak Arifin sudah pulang duluan. Setrlah rawatib tak bisa kujumpai dia. Mungkin dia ingin segera merapikan barang-barang pindahannya.

Setelah isya pak Arifin tak juga kujumpai, akh sudahlah aku ingin menyiapkan makan malamku. Istriku sepertinya belum pulang, entah apa yang kurang dirumah ini tetapi selalu banyak kegiatan diluar sana yang membuatnya sibuk. Kedua putri kami juga sudah di pesantren, akh rumah ini terasa semakin sepi. Sambil mencuci tangan kulihat rumah pak Arifin riuh dengan tawa anak-anaknya yang membersihkan teras. Istrinya sesekali mencolek pak Arifin dengan malu-malu . Kenapa pula ruang makan ini harus menghadap kedepan sana? Tiba-tiba ingin kurutuki arsitek rumah ini. Setelah selesai makan aku ingin segera berbaring.  Lelahku dari siang semakin bertambah rasanya.

Jamil..kuatkan hatimu. Masa lalu itu untuk dilupakan. Bukan untuk kau jadikan ratapan. Seorang muslim tak boleh berandai-andai Jamil. Tiba-tiba fikiranku melayang mengingat 13tahun yang lalu. Kulihat lewat didepan kios abangku seorang gadis sederhana yang menggandeng ibunya.
"Ibu mau sarapan apa? Kita sarapan soto yuk, biar ibu semangat." Kulihat gadis it berkata lembut sambil tersenyum riang menuju warung soto.

"Bang, aku mau sarapan dulu ya." Aku pamit ke abangku sebelum dia mencariku yang meninggalkan tokonya. Menjelang idul adha begini orang akan semakin ramai belanja. Tapi tiba-tiba akupun ingin makan soto. Bergegas aku memasuki warung soto yang sama. Gadis itu bersama ibunya duduk didekat penjual sotonya.
"Eh nak Jamil, mau sarapan juga ya." bu Diah yang ramah itu tentu saja akan menyapaku duluan.
"Iya bu, tumben bu sarapan disini? Biasanya makan di kios ibu" Basa basiku dimulai.
"Iya nak, ini Fatimah baru pulang dari Semarang, kebetulan dia sudah selesai kuliah jadi ibu sarapan bareng dulu. Rindu makan soto disini dia, tapi suka jadiin ibu alasannya" bu Diah bicara sambil melirik anaknya yang tersenyum. Akh masyaAllah kenapa manis sekali. Selama sarapan kudengar dia tak henti bercerita dengan ibunya. Selalu tersenyum dan sesekali tertawa, sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Sudah beberapa bulan idul adha lewat. Setiap pulang sholat selalu kusempatkan menyapa bu Diah atau pak Musa. Kebetulan warungnya di depan masjid pasar ini. Sambil berharap ada anak gadisnya di kios mereka. Tapi tak pernah kujumpai.

Tiba-tiba pagiku seperti disinari mentari yang terang. Fatimah belanja ke toko abangku.
"Bang, saya mau beli beras sekarung, minyak goreng 5kilo dan beberapa tambahan yang lainnya. Ini catatan dari ibu. Ibu saya yang.."
"Oh oke siap, bu diah kan? Pesanan bu Diah kan? Bu Diah depan masjid kan?" seketika kenapa mulutku seperti mercon yang meledak seperti hatiku.
"Eh iya, kok tau" Fatimah sepertinya kaget plus bingung dengan semangat berlebihanku.

Akh kamu tidak tau saja, setiap hari saya rela menjaga toko ini demi menunggu kamu lewat. Padahal bang Jamal sudah lma memintaku untuk membuka tokoku sendiri. Tapi aku tak akan membuka toko baru tanpa nyonya toko sepertimu Fatimah. Hatiku rasanya ingin melompat karena gembira.

"Terimakasih bang, tapi ini apa bisa diantar sore ini bang? Kata ibu.."
"Siap bisa pasti bisa. Pasti diantar tenang saja ya." aduhh kenapa mulutku tidak bisa di rem menunggu dia selesai bicara. Setelah membayar diapun segera pergi.
"Eh fat hmm maksud saya mba eh dek, ada nomor hape nya gak? Takut nanti dirumah tidak ada orang." hampir saja tersebut namanya.
"Gak usah bang, bapak dan ibu pasti dirumah kok. Saya permisi"

Fatimah... andai kau tau bermalam-malam aku tak bisa tidur, andai kau tau aku berbulan-bulan menunggu mu lewat bersama ibumu. Juga andai kau tau bahwa setiap sholatku meminda Allah jodohkan kau denganku.

Sepertinya tidak bisa kutunda lagi, aku ingin segera melamarmu. Aku tak ingin keduluan siapapun. Harus


SIMILAR POSTS

Rumah biru impianku

Mentari pagi baru menyinari kota kami. Aku harus segera bersiap untuk menyiapkan sarapan anak-anak dan suami. Kututup mushaf dan kusudahi tilawah pagiku. Hari ini aku harus lebih bergegas, karena setelah memasak sarapan semua perlengkapan dapur ini harus kumasukkan ke dalam kardus lalu mengikatnya dengan baik.

Hari ini akhir Mei 2019, sekarang liburan sekolah yang berarti suamiku libur juga. Kami harus segera pindah rumah, karena masa kontrak dirumah ini berakhir hari ini. Alhamdulillah setelah menabung sedikit-demi sedikit dari hasil jualanku dan dan uang private yang dikerjakan mas Arifin kami bisa membeli rumah mungil nan indah tak jauh dari tempat mas Arifin mengajar.

"Assalamualaikum sayang.. lagi ngelamunin aku ya?" tiba-tiba mas Arifin memelukku dari belakang.
"MasyaAllah mas, aku kaget lho. Gimana lari paginya? Senang banget lari, padahal kita mau pindahan entar kecapekan lho mas" seperti biasa celotehanku selalu tanpa henti kalau bersama lelaki lembut ini.
"Ini tanda orang sehat, makin banyak bergerak makin kuat. Tenang aja urusan pindahan insyaAllah aman. Ada beberapa teman nanti yang datang dan ikut membantu. Ratuku santai saja menjaga anak-anak ya" uhh gombalannya selalu membuat meleleh hatiku.

Menikah dengan seorang guru, aku tak menyangga kami akan memiliki rumah kami sendiri. Setelah setiap tahun selalu berpindah kontrakan mulai daru awal menikah hingga anak kami tiga. MasyaAllah nikmat mana yang akan kudustakan.

Awal bulan kemarin mas Ipin sudah mengajakku melihat rumah biru itu. Yang punya pak ustadz di komplek sana. Beliau hijrah ke kampung karena orangtuanya sakit. Jadi kami dapat memiliki rumah ini dengan dicicil kebeliau. Kebetulan mas Ipin dekat dengan pak ustadz karena selalu berjumpa saat sholat berjamaah pada jam sekolah.

Kami akan segera pindah. Tentu saja aku bahagia. Terbayang aku bisa menanam banyak bunga nanti dirumah ini. Karena dulu setiap aku ingin menanam bunga mas Ipin selalu bilang "jangan banyak-banyak nanti pindahan lagi sedih lho ga bisa dibawa semua". Jadilah kutahan hobi menanam bungaku sambil berdoa semoga kelak dirumah kami sendiri aku bisa menanam banyak bunga.

Hari hampir dzuhur saat pick up yang membawa barang sampai dirumah baru kami. Dimasjid sudah terdengar suara mengaji. Suamiku menurunkanku dan anak-anak tepat didepan rumah. Beberapa tetangga sudah ada yang mulai mengintip.

Saat suamiku membukakan helm ku karena aku masih menggendong anak kami yang tertidur dimotor tadi, Tiba-tiba terdengar suara salam dari rumah besar diseberang rumah kami.

Suamiku bergegas menjawab salam dan menoleh llau berbisik padaku "wah ada pak haji, kamu masuk dulu ya sayang"

Karena tidak melihat orangnya dibayanganku pak haji adalah pria tua dengan jenggot putih dan kopiah tapi suaranya tidak seperti tua. Akh sudahlah, bergegas aku masuk kerumah sambil menggendong bayiku. Lah aku lupa rumah ini masih kosong, lalu aku keluar lagi dan mendekati suamiku yang sedang berbicara dengan pak haji tetangga baru kami.
"Sayang ini pak haji depan sini rumahnya, beliau dan pak ustadz sering ngobrol sama mas dimasjid" suamiku bersemangat mengenalkan teman masjidnya yang sudah jadi tetangga sah kami.

Pak haji yang membelakangiku pun menoleh dan terseyum. Lalu tiba-tiba senyumnya hilang. Akupun membalas tersenyum dan bergegas membisiki mas Arifin, "mas tanganku pegel, boleh gak tikar duluan diturunkan dari pick up nya".  Kau berbicara tanpa mempedulikan pak haji yang jadi membisu. Tiba-tiba jantungku berdetak kencang tanpa alasan. Pak haji itu memandangiku dengan wajah kaget dan shock. Aku mulai tak nyaman dan segera pamit duluan sambil mengkode mas Arifin untuk mengambil tikar.

Ada apakah kenapa pak haji itu, kenapa dia seolah tak asing. Namun aku tak ingat dimana berjumpa dengannya. Pak haji yang tadi kubayangkan tua ternyata sebaliknya. Mungkin hanya berbeda beberapa tahun dari mas Arifin.  Dan kenapa jantungku tiba-tiba berdebar kuat.


Note:

yuhuu alhamdulillah akhirnya part1 selesai. Huhuhu ada apa dengan pak haji yak

SIMILAR POSTS

Itu Bukan Aku - Puisi Umi

Jika ada yang menyerah
Aku pastikan itu bukan aku
Karena aku tak akan menyerah
Walau mereka mengatakan aku sudah kalah

Jika ada yang menyerah
Aku pastikan itu bukan aku
Karena aku tak pernah lelah
Walau mereka membenciku dan marah

Jika ada yang menyerah
Aku pastikan itu bukan aku
Karena aku hanya percaya pada tuhanku Allah
Sedangkan mereka  bukanlah siapa-siapa

#puisiumi

SIMILAR POSTS